Selasa, 09 Agustus 2011

A.  Syarat-syarat Shalat

1.   Suci dari Najis
   ü  Yang dimaksud najis adalah sesuatu yang tidak boleh terbawa pada shalat, yaitu: air            kencing,           kotoran manusia, darah haidl, dan darah nifas.
  ü  Membersihkan najis adalah dengan air.
2.   Suci dari hadats
   ü  Yang dimaksud hadats adalah sesuatu yang dapat membatalkan wudlu, mandi, dan tayamum.
   ü  Hadats ada dua macam, yaitu hadats kecil dan hadats besar (junub).
ü  Yang termasuk hadats kecil adalah:

a.       Keluar angin dari pintu belakang (kentut);
b.      Keluar air kencing;
c.       Buang air besar (BAB); dan
d.      Keluar madzi.
   ü  Tidur/ngantuk tidak termasuk hadats kecil.
   ü  Cara menghilangkan hadats kecil adalah dengan wudlu atau tayamum jika tidak ada air, sedang     bepergian, atau sakit.
ü  Yang termasuk hadats besar adalah 
a.       Keluar darah haidl;
b.      Keluar darah nifas; dan
c.       Berhubungan badan (jima');
d.      Mimpi yang menyebabkan keluar air mani.
   ü  Cara menghilangkan hadats besar adalah dengan mandi atau tayamum jika tidak ada air, sedang bepergian, atau sakit.
3.   Menutup aurat
   ü  Aurat yang harus ditutup dan tidak boleh ditampakkan adalah bagi laki-laki anggota badan mulai dari pusar sampai lutut; dan bagi perempuan seluruh tubuh kecuali wajah dan tangan sampai pergelangan. 
 4.   Menghadap kiblat (ka'bah/baitul haram).
5.   Dilaksanakan pada waktunya.
B.  Pelaksanaan Wudlu

  1. Membaca basmalallah;
  2. Mencuci tangan kanan sampai pergelangan kemudian yang kiri seperti itu sambil menyela-nyela sela-sela jari tangan. Sekurang-kurangnya satu kali dan selebih-lebihnya tiga kali;
  3. Berkumur-kumur dan menghiruk air sekaligus lalu mengeluarkannya kembali air itu. Dilakukan sekurang-kurangnya satu kali dan selebih-lebihnya tiga kali;
  4. Mencuci muka dan melebihkannya sedikit ke batas wajah (di bawah dagu) dan apabila berjanggut maka hendaklah menyela-nyelanya. Dilakukan sekurang-kurangnya satu kali dan selebih-lebihnya tiga kali;
  5. Mencuci tangan sampai sikut. Dilakukan sekurang-kurangnya satu kali dan selebih-lebihnya tiga kali;
  6. Menyapu kepala dengan tangan yang sudah dibasahi air. Mulai dari depan lalu ditarik ke belekang sampai ke tengkuk, kemudian ditarik lagi ke depan tempat asal memulai. Jika kepala memakai sorban, maka tidak apa-apa sorban tidak dibuka, tetapi diusap langsung kena pada sorbannya dengan diawali jari tangan terlebih dahulu dimasuk sampai ke ubun-ubun.Kemudian jari telunjuk dimasukkan ke lobang telinga sambil menggosok-gosok daun telinga bagian dalam dan ibu jari menggosok daun telinga bagian  luar. Dilakukan satu kali.
  7. Mencuci kaki sampai mata kaki sambil menyela-nyela jari kaki. Dilakukan sekurang-kurangnya satu kali dan selebih-lebihnya tiga kali;
  8. Terakhir membaca do'a:
اشهد أن لا اله الا الله و اشهد ان محمدا عبده ورسوله
Aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya.


C.  Pelaksanaan Mandi


Yang dimaksud mandi adalah membersihkan sewluruh tubuh dengan air untuk menghilangkan hadats besar atau karena pada hari jum'at bagi yang berkewajiban melaksanakan shalat jum'ah.[1] Adapun cara pelaksanaan mandi adalah[2]:
1.      Mencuci tangan tangan kanan lalu kiri sampai pergelangan sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya tiga kali;
2.      Mencuci kemaluan;
3.      Berwudlu seperti wudlu akan malaksanakan shalat;
4.      Menggosok-gosok sela-sela rambut dengan jari tangan yang sudah dibasahi air;
5.      Menyiramkan air ke atas kepala tiga kali. Bagi yang rambutnya disamgul tidak perlu membuka sanggul itu, tetapi ccukup disirang tiga kali.[3]
6.      Menyiramkan air ke seluruh tubuh dan membersihkannya; dan
7.      Mencuci dan membersihkan kedua kaki.


D.  Pelaksanaan Tayamum

1.      Menepukkan tangan pada benda-benda yang bersih satu kali tepukan;
2.      Mengusapkan tangan tersebut pada tangan sampai pergelangan lalu pada wajah; atau
3.      Meniup terlebih dahulu tangan itu kemudian usapkan pada wajah dan tangan sampai pergelangan. Masing-masing satu kali.

E.  Pelaksanaan Shalat

Berniat dalam hati dan tidak perlu diucapkan, karena Rasulullah Saw. tidak pernah melakukannya;[4]
Berdiri menghadap qiblat, yaitu baitul haram di Makah;[5]
Takbiratul ihram, yaitu mengucapkan allahu akbar sambil mengangkat kedua tangan sejajar dengan telinga dengan telapak tangan dihadapkan ke qiblat


 DO’A-DO’A SHALAT
1.   Takbiratul Ihram
      الله اكبر = Allah Maha Besar.
2.   Do’a Iftitah

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ و تَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ 
SUBHAANAKALLAAHUMMA WA BIHAMDIKA WA TABAARAKASMUKA WATA’AALA JADDUKA WA LAA ILAAHA GHAIRUKA.

Maha suci Enkau Ya Allah dab dengan memuji-Mu, Maha Agung Nama-Mu dan tada Tuhan selain Engkau. (H.R. Muslim)

اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالثَّلْجِ وَالْمَاءِ وَالْبَرَدِ

وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَنْتَ رَبِّي وَأَنَا عَبْدُكَ ظَلَمْتُ نَفْسِي وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي ذُنُوبِي جَمِيعًا إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ



[1] قال رسول الله صلعم : غسل يوم الجمعة واجب على كل محتلم. و قال رسول الله صلعم : اذا جاء احدكم الجمعة فليغتسل (البخاري)
Rasulullah Saw. telah bersabda, mandi di hari jum'ah itu wajib atas setiap orang dewasa. Dan bersabda pula Rasulullah Saw., apabila salah seorang diantara kamu datang untuk melaksanakan shalat jum'ah, maka hendaklah mandi terlebih dahulu. (al-Bukhari)


[2] قالت عائشة رضي الله عنها: كان رسول الله صلعم اذا اغتسل من الجنابة يبدأ فيغسل فرجه ثم يتوضؤ وضوئه للصلاة ثم يأخذ الماء فيدخل اصابعه في اصول الشعر حتى اذا رأى ان قد استبرأ حفن على رأسه ثلاث حفنات ثم افاض على سائر جسده ثم غسل رجليه. (البخاري)

Aisyah r.a. berkata, Rasulullah Saw. apabila mandi janabat mencuci kedua tangannya kemudian menuangkan air dengan tangan  kanannya atas tangan kirinya dan membersihkan kemaluannya. Kemudian  beliau mengambil air (dengan tangannya), lalu memasukkan jari-jari tangan itu pada pangkal rambut. Setelah merata, baru beliau menyiramkan air ke atas kepalanya tiga kali dengan cidukan tangan. Setelah itu, beliau menyiramkan air ke seluruh tubuhnya, kemudian membersihkan kedua kakinya. (al-Bukhari).


[3] قلت يا رسول الله اني امرأة أشد ضفر شعر رأسي أ فانقضه للحيضة والجنابة؟ قال: لا. انما يكفيك ان تحثي على رأسك ثلاث حثيات ثم تفيضين عليك الماء فتطهرين. (مسلم)

Aku (Ummu Salamah) berkata, Ya Rasulullah, sesungguhnya saya seorang perempuan yang menyanggul rambut kepala saya. Apakah saya perlu membuka sanggul itu buat mandi haidl dan janabat? Rasulullah Saw. menjawab, tidak usah. Sesungguhnya engkau hanya cukup menuangkan air atas kepalamu tiga kali saja, kemudian menyiramkan air atas badanmu. Dengan begitu engkau telah bersih (al-Bukhari).
[4] إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى.
Hanyalah amal-amal itu tergantung pada niyat. Dan setiap amal perseorangan pasati ada niyatnya. (al-Bukhari).

[5] إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَأَسْبِغِ الْوُضُوءَ ثُمَّ اسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ فَكَبِّرْ *
Apabila kamu akan melaksanakan shalat, maka sempurnakan terlebih dahulu wudlunya, kemudian hendaklah menghadap qiblat, lalu bertakbir.

Apabila hamba-hamba-Ku bertanya tentang Aku, maka (jawablah), bahwa Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang-orang yang bedo'a apabila ia bermohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (al-Baqarah: 186)
Ayat ini terungkap dalam al-Qur`an berada diantara ayat tentang shaum. Mulai dari ayat 183 sampai 185 mengemukakan tentang shaum dan ayat ke 187- nya juga tentang shaum. Karena itu ayat ini mengisyaratkan bahwa orang yang shaum jika berdo'a kepada Allah Swt., maka doanya akan dikabulkan. Rasulullah Saw. dalam haditnya yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan diterima dari Ibnu 'Umar bersabda, "Do'a orang yang shaum ketika berbuka akan dikabulkan."  Masih menurut Beliau Saw. dalam hadits riwayat Ibnu Majah dari Abi Hurairah bahwa ada tiga golongan orang yang do'anya tidak akan ditolak, salah satunya adalah do'a orang yang sedang melaksanakan shaum hingga ia berbuka.
Suatu ketika pernah datang seorang Arab Badui menjumpai Rasulullah Saw. lalu bertanya, ya Rasulullah apakah Tuhan kita itu dekat atau jauh? Jika Tuhan itu dekat, maka saya akan berdo'a dengan suara yang sangat pelan, tetapi jika Tuhan itu jauh, maka saya akan berdo'a dengan suara keras. Mendengar pertanyaaan itu Rasulullah terdiam sejenak memikirkan jawabannya. Tak lama kemudian Allah menurunkan ayat di atas sebagai.
Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah bahwa Aku qariib (dekat). Qariib merupkan ungkapan dalam bentuk yang menunjukkan lebih (shighah mubalaghah) yang artinya sangat dekat. Bahkan dekatnya Allah kepada kita melebihi dekatnya urat leher (QS. Qaf: 16). Berbeda dengan keumuman ayat yang jika tersurat ada ungkapan kalimat pertanyaan, maka di dalamnya ada terungkap kata qul (jawablah), seperti mereka bertanya kepada kamu tentang ruh, qul (jawablah) oleh kamu bahwa ruh itu urusan Tuhanku (QS. Al-Isra: 85). Tidak terungkapnya lafad qul (jawablah) dalam QS. al-Baqarah: 186 di atas menunjukkan bahwa dekatnya Tuhan kepada kita tanpa perantara, tetapi langsung, Karena itu sebagai jawaban dari pertanyaan di atas menegaskan bahwa berdo'a itu tidak mesti dengan suara keras, tetapi harus pelan dan sehubungan dengan dekatnya Allah kepada kita tanpa ada perantara, maka dalam berdo'a seyognya dilaksanakan secara langsung, tidak perlu melalui perantara.
Dalam hadits yang diriwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah Saw. pernah bersabda, "Wahai manusia kasihanilah diri kamu, karena sesungguhnya kamu tidak berdo'a kepada yang tuli dan yang tidak ada, tetapi Dia senantiasa bersama kamu. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Berkah nama-Nya dan Maha Tinggi kemuliaan-Nya.
Orang Arab jahiliyah jika memohon do'a kepada Tuhan, mereka biasa menjadika berhala Lata dan 'Uza sebagai perantara untuk bisa menyampaikan kepada Tuhan-Nya. Kebiasaan seperti itu dikecam oleh Allah, "…Dan ingatlah (berdo'alah) kepada-Nya sebagaimana Ia telah membimbing kamu. Dan sesungguhnya kamu dahulu benar-benar termasuk orang yang sesat. (QS. al-Baqarah: 198).
Setiap orang yang berdo'a kepada-Nya pastilah Dia (Allah) akan mengabulkannya dengan syarat:
1.      Orang yang berdo'a harus senantiasa menghadapkan pengharapannya hanya kepada Allah dan bukan pula menghadapkan diri kepada-Nya bersama dengan lainnya. Hal ini difahami dari ungkapan apabila ia bermohon kepada-Ku (bentuk tunggal) yang menunjukkan hanya khusus kepada Allah, bukan kepada Kami (bentuk jama') yang menunjukkan ada kepada fihak yang lainnya selain Allah. Sebagai contoh orang berdo'a dalam lisannya kepada Allah, tetapi dalam hatinya mengharapkan uluran tangan manusia. Ini berarti dia berdo'a tidak menghadapkan pengharapan kepada Allah, padahal selain Allah tidak akan ada yang dapat memenuhi pengharapan kita. Seandainya Allah menetapkan untuk sampainya sesuatu kepada hamba-Nya, maka tidak ada siapapun yang mampu menghalanginya. Demikian pula sebaliknya seandainya Allah menahan sesuatu dari hamba-Nya, maka tidak ada siapapun yang dapat memberinya;
2.      Orang yang berdo'a hendaklah memenuhi segala perintah-Nya sebagaimana diungkapkan dalam bentuk kalimat falyastajiibuu lii. Rasulullah Saw. pernah memperingatkan kepada orang yang menengadah ke langit sambil berseru, "Tuhanku, Tuhanku (perkenankan do'aku), tetapi makanan yang dimakannya haram, pakaian yang dikenakannya haram, maka bagaimana mungkin dikabulkan do'anya."
3.      Orang yang berdo'a harus tetap beriman dan meyakini ke-Esaan Allah. Bukan sekedar ini, tetapi harus mempercayai sepenuhnya bahwa Allah akan memberikan sesuatu yang terbaik dan memberi maslahat buat hamba yang berdo'a. Hal ini ditegaskan dengan ungkapan fal yu`minuu bii. Yang mengetahui tentang kebutuhan dan diperlukan oleh kita hanyalah Allah. Adakalanya seorang hamba memohon sesuatu kepada Allah, tetapi ternyata sesuatu itu tidak memberikan maslahat untuk pemohon dan sebaliknya seseorang mungkin tidak memohonkan sesuatu kepada Allah karena dianggap itu tidak berfaidah buat dirinya, tetapi ternyata Allah menganggap itu memberikan manfaat besar buat orang itu. Bisa saja Allah memperlakukan pemohon seperti sikap seorang ayah kepada anak-anaknya. Sekali waktu ia memenuhi permintaan anak-anaknya dan di kali yang lain ia tidak memenuhinya, karena dianggap dapat membahayakan pribadi anak itu.
Falyu`minuu bii juga memberikan makna bahwa kita harus meyakini sepenuhnya Allah akan mengabulkan do'a, tidak tergesa-gesa untuk segera dikabulkan dan tidak mendikte bahwa Allah harus memberikan apa yang kita harapkan yang belum tentu akan lebih baik. Rasulullah Saw. bersabda, "Hendaklah kamu berdo'a kepada Allah dengan meyakini akan diijabah, dan ketahuilah bahwa Allah tidak akan memperkenankan do'a orang yang lalai, (H.R. Bukhari dan Muslim). "Seseorang berdo'a pasti akan dikabulkan selama tidak mendesak-desak. Dia berkata, 'Aku telah berdo'a, tetapi do'aku tidak dikabulkan, (H.R. al-Bukhari dari Abi Hurairah).
Permohonan orang yang bedo'a yang tidak disertai melakukan dosa dan memutuskan tali sillaturrahim akan dikabulkan Alllah dengan salah satu diantara yang tiga, yaitu: (a) Allah akan memperkenankannya dengan segera; (b) Allah menangguhkan sampai hari kemudian; dan (c) Allah menghidarkan dari keburukan yang dimohonkan.
Hal-hal yang berkaitan dengan bimbingan do'a di atas disampaikan Allah agar kamu (kita) mengetahui jalan yang terbaik serta bertindak tepat, baik menyangkut soal dunia maupun akhirat. Wallahu a'lamu bi al-shawab.

BY
Hamid Shidiq

Sabtu, 06 Agustus 2011



2.1 CIRI-CIRI MADZHAB SALAFI MENURUT IBNU TAIMIYAH 
A. Aqidah
Ciri madzhab salaful ummah seperti yang dikatakan Ibnu Taimiyah dalam kitab Majmu'at Tauhid adalah orang yang mempunyai dasar aqidah sebagai berikut:
1.      Allah pencipta segala sesuatu yang mengurus dan merajai-Nya.
2.      Menyatakan tidak ada Tuhan selain Dia.
3.      Allah itu menyuruh taat dan melarang maksiat kepada hamba-Nya.
4.      Salaful ummah tidak mencintai kerusakan, dan tidak meridhoi hambanya melakukan kekufuran dan menyuruh menjauhi fahsya.
5.      Sadar bila hambanya melakukan itu semua, Allah akan membenci dan menyiksanya.
B. Ibadah
Pokok ajarannya terdiri dari larangan mengerjakan segala sesuatu yang baru dalam agama yang tidak terdapat dalam masa 3 abad sesudah Nabi. Pekerjaan yang demikian itu dianggap terlarang dalam agama Islam dan harus dibasmi sekers-kerasnya. Diantara larangan-larangan itu termasuk memuliakan orang-orang keramat, tawasul, ziarah ke kuburan-kuburan tertentu tidak terkecuali kuburan Nabi sendiri.
C. Budaya
Salaful ummah tidak boleh mengambil bentuk hidup yang mewah seperti merokok, musik, memekai sutra dan emas bagi laki-laki. Hanya saja ada perbedaan antara ajaran Wahabbi dengan Ibnu Taimiyah yaitu perbedaannya pada persoalan, bahwa Wahabbi terutama menunjukan perjuangannya ke dalam, karena mereka berpendapat bahwa keruntuhan Islam datang dari dunia Islam sendiri yaitu tingkah laku dari pemeluk Islam sendiri.
Sedangkan Ibnu Taimiyah yang hidup dalam masa perang salib berpendapat bahwa sumber kerusakan itu disebabkan oleh orang-orang Yahudi dan Kristen yang bergemilang dalam masa kekacauan itu. Ia melihat bagai mana orang Islam

- 3 -
mengambil adat kehidupan orang-orang Yahudi dan Kristen dan memasukannya kedalam ajaran Islam seperti di Turki.        
                                                                     
D. Filsafat
Ajaran-ajaran filsafat yang masuk kedalam Islam yang dapat mengurangi tauhid serta Keesaan Tuhan harus dibasmi Ibnu Taimiyah juga menghawatirkan bahkan mengkritik pedas pola pemikiran Ibnu Sina dan Ibnu Farabi yang bergelut dalam pemikiran dan filsafat yang dihawatirkan merusak ketauhidan umat Islam.
E. Tasawuf
Ajaran sufi yang sifatnya mistik dan pantheisme harus dibasmi sebab dapat merusak aqidah. Kritik terhadap Imam Ghazali juga terlontar menurutnya dalam kitab Ihya Ulumuddin menurut beliau Imam Ghazali banyak menggunakan hadits-hadits dhoif dalam penulisannya. 
Salafi sekarang ada warna tersendiri dalam pola harokahnya, metode tarbiyah yang dilakukan oleh pengaku salafi kepad apara pemuda konon ada perubahan seperti yang diungkap Mut'ab bin Suryan Al-Ashimi dalam kitabnya Kasyfu Al-haqaiq Al-khafiyah 'Inda Muddai Assalafiyyah. Mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.               Tarbiyah mereka mengandung sikap prontal, (gampang mengkritik) berani dalam mencela , hal itu kata mereka cara untuk mendekatkan diri kepada Allah dan solusi mempertahankan aqidah.
2.               Tarbiyah mereka menunjukan siksp senang berseteru, berdebat dengan etika yang tidak patut dan tidak seportif.
3.               Pendidikan mereka mengajarkan membentuk golongan.
4.               Menanamkan penyakit menuntut ilmu dan rasa bangga diri dihadapan manusia sejak awal menuntut ilmu.  
5.               Mengajarkan mengkritik yang buruk tanpa mempertimbangkan lawan bicara.
6.               Mengajarkan prasangka buruk.  

Pada zaman dahulu beberapa kelompok Islam telah muncul seperti Khawarij, Syi'ah, Mu'tazilah, dll. disusul kemudian di akhir zaman ada Ikhwaniyun Salafiyun, Tabligiyun, dan kelompok-kelompok lainnya, yang mempunyai gerakan dan ciri khas masing-masing , semua motifnya sama, mengusung Islam berdiri di muka bumi.
Namun dalam perjalanannya ada kekhawatiran jauh dari berpegang teguh kepada Sunnah Rasulullah dan Sunnah para khalifah yang diberi petunjuk Allah SWT. Penulis dalam makalah ini menyorot kelompok salafi saudara kita yang akhir-akhir ini sedang berkembang dalam bentuk jam'iyah yang lain dari yang lain. Fanatisme yang kuat, penampilan yang kompak dan keberanian yang nampak secara lahiriyah serta pengakuan dirinya bermanhaj salaf menjadi tema menarik dalam makalah ini.
Tidak dapat disangkal bahwa ajaran Ibnu Taimiyah sangat berpengaruh bagi aliran Wahabbi, sebagian yang ternyata dalam beberapa karangan pendirinya, Muhammad Ibnu Abdul Wahab. Bahkan hal ini diakuinya dalam suatu keterangan bahwa Ibnu Taimiyah dan juga Muhammad Ibnu Abdul Wahab, termasuk imam-imam yang lurus haluannya, dan kitab-kitab yang dikarangnya adalah termasuk kitab-kitab yang terpenting mengenai Islam.
Baik Wahabbi ataupun Ibnu Taimiyah, sama-sama menamakan dirinya pengikut Imam Ahmad, pendiri madzhab Hambali yaitu salah satu dari empat madzhab yang terkenal dalam Islam.


Golongan Wahabbi sendiri mengaku, meskipun mereka bermadhab Hambali, namun mereka tidak ingin taklid begitu saja kepada pekataan atau keputusan Imam Madzhab tersebut.Mereka lebih suka menamakan dirinya golongan salafiyah Yaitu golongan orang-orang saleh dalam tiga generasi pertama sesudah Nabi Muhammad yang ingin membasmi semua bid'ah-bid'ah dalam Islam di sesudah zaman tiga generasi itu.
Al-Wahabbi juga menamakan dirinya "Al-muwwahidun" artinya penganut faham Allah yang Maha Ahad sesuai ajaran Tauhid yang murni dalam Islam, Allah yang wajib disembah inilah yang merupakan pokok ajaran Wahabbi ini.

7.   Mengajarkan berbuat ghibah, menghina dan membuat kedustaan.
8.   Mengajarkan mencari-cari kesalahan dan aib ulama dan da'i.
9.   Mengajarkan kepada generasi muda untuk menjauhi saudara mereka tatkala         mereka menyelisihi pendapatnya dalam persoalan apapun.
10. Motivasi mereka kepada generasi muda mengarah kepada sikap lemas, malas, dan bertindak negatif. Seperti tindakan mentakhdzir kelompok lain tanpa dalil kuat dengan menganggap itu adalah bid'ah dan bukan bagian dari sunah.
Dari 10 ciri diatas atau bisa jadi lebih dari itu bila dibandingkan dengan salafi menurut Ibnu Taimiyah maka jelas berlawanan, sebab ciri salafi adalah (seperti pada halaman 379 kitab Majmu at Tauhid, paragrap ke-4) Madzhab Salaful Ummah itu adalah menyatakan Allah yang mengurus dan merajai alam, menyuruh taat dan melarang maksiat, tidak mencintai kerusakan, dan tidak meridhoi hambanya melakukan kekufuran dan menyuruh menjauhi fahsya. Bila hambanya melakukan  itu semua, maka Allah akan membencinya dan menyiksanya.
2.2     Pembahasan Mengenai " Salaf " dan " Salafi "
2.2.1.  Definisi Salaf
Pada awalnya, yang dimaksud dengan generasi salaf adalah generasi sahabat tabi'in dan tabi'ut tabi'in. Namun pada masa kehidupan mereka (terutama masa tabi'in dan tabi'ut tabi'in) mulai timbul berbagai sekte (kelompok) sesat seperti Khawarij, Rapidhoh, Qodariyah, Mu'tazilah, dan Murji'ah, maka istilah salaf ini selanjutnya mempunyai 2 pengertian.
Pertama, Aspek Qudwah (keteladanan) artinya, yang dimaksud dengan istilah salaf adalah 3 generasi pertama Islam yang disebut sebagai Al- Qurun Al-Mufadhalah (tiga generasi mulia) yaitu generasi zaman Rasulullah sahabat, dan tabi'in.
Kedua, Aspek Manhaj (metode) artinya salaf tidak terbatas pada 3 genersi utama saja, namun juga setiap muslim yang mengikuti manhaj mereka sampai hari akhir nanti. Siapa saja yang mengikuti pemahaman jejak langkah tiga generasi utama, maka ia bisa disebut sebagai salaf atau pengikut salaf atau salafi.  
- 5 -

Menamakan diri dengan  As-Salaf  harus melihat pada substansi nyata, bukan pada perkataan, penamaan diri maupun pengakuan.
Terkadang seseorang mengatakan kepada orang lain, ia salafi padahal orang tersebut bukan salafi (pengikut manhaj salaf). Sebaliknya seseorang adalah salafi (pengikut manhaj salaf), namun dia tidak mengatakan aku ini salafi. Hendaknya kita melihat pada substansi nyata, bukan pada penamaan maupun klaim pengakuan.
Seorang muslim harus komitmen dengan adab Tauhid Allah. Tatkala orang-orang Arab Badui mengatakan " kami telah beriman! " Allah mengingkari mereka.
Allah berfirman :
قا لت الا عرا ب ء منا قل لم تؤ منوا و للن قو لوا اسلمنا
Orang-orang Arab Badui ini berkata, " Kami telah beriman ; katakanlah (kepada mereka) ; Kamu belum beriman, tetapi katakanlah, kami telah berislam."
(Al-Hujrat /49 : 14)
Allah mengingkari orang-orang Arab Badui yang menyipati diri mereka sebagai orang beriman. Padahal mereka belum sampai pada tingkat beriman. Mereka baru saja masuk Islam, itupun masih diliputi keraguan.
Dalam kitab Majmu'at Tauhid karangan Syekh Ibnu Taimiyah dan Syekh Muhammad bin Abdul Wahab pada bab ke-26 : Tentang perbedaan antara wali Allah dan wali Syetan, sub-bab " Telah bersepakat Salafi Ummah dan Aimah " halaman 356 s.d 366 khusus bab salafi Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa generasi salafi (orang terdahulu) itu adalah sebaik-baiknya masa di zaman Nabi Muhammad, kemudian generasi sesudahnya, dan kemudian generasi sesudahnya. Menurut beliau (Ibnu Taimiyah): " Telah bersepakat generasi umat terdahulu dan para imamnya dan seluruh wali-wali Allah Ta'ala, bahwasanya para Nabi lebih utama dari wali-wali yang bukan para Nabi, Sungguh Allah telah menurunkan dan memberikan hambanya yang beruntung dengan diberi nikmat atas mereka kedalam 4 tingkatan sesuai dengan firman Allah SWT pada Q.S An-Nisa ayat : 69  
ومن يطع لله والرسول فاولئك مع الذين انعم الله عليهم من النبين والصديقين والشهداء والصلحين وحسن اولئك رفيقا
" Dan barang siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya maka mereka itu bersama-sama orang-orang yang menganugrahi nikmat Allah atasnya, mereka dari para Nabi dan para syidiqin dan para syuhada, dan orang-orang shaleh. Dan sebaik-baiknya mereka itulah teman."
Jadi urutannya adalah Nabi, orang-orang jujur, para mujahidin, dan orang-orang shaleh.
Keterangan lain menurut beliau (Ibnu Taimiyah) orang salaf itu bukan asal orang tapi dasar qoth'i menurutnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.      Kaum Muhajirin
2.      Kaum Anshor, kemudian yang paling afdhal kelompok itu adalah
3.      Sahabat-sahabat Assabiqunal Awwalun, Khulafaur Rasyidin, dua diantaranya yang paling afdhal adalah Abu Bakar dan Umar, orang-orang inilah yang menurut Ibnu Taimiyah sebagai Shalafush Shaleh. Adapun generasi Salafush Shaleh selanjutnya adalah seluruh umat Islam yang mengikuti jejak mereka dengan baik hingga hari kiamat dimana keadilan dan kebersihan diri mereka telah diakui oleh umat secara ijma dan merekapun tidak pernah tertuduh melakukan bid'ah yang menyebabkan kekufuran atau kefasikan.
Allah telah memilih dan menetapkan para sahabat baginda sebagai umat terbaik. Allah telah menunjuk mereka untuk membela Nabinya berperang dengan Beliau guna menghilangkan kekafiran di atas muka bumi, kesertaan dan pengamatan langsung para sahabat, dihampir setiap aktifitas Nabi SAW, maka.

pantaslah bila mereka Radhiyallahum Ajma'in terpilih menjadi sebuah barometer kebenaran.
Generasi Shalafush Shohih tidak ada kelompok–kelompok perpecahan seluruhnya satu aqidah. wajib menjadi umat yang satu. Menjadi narasumber satu yaitu Al-Quran dan Sunnah. Harus menjauh dari kelompok-kelompok yang tidak menggali ilmu Islam dan kelompok yang mencaci umat Islam sendiri, Syekh Ibnu Taimiyah berkata, " Sesungguhnya orang bodoh itu seperti lalat yang tidak akan hinggap kecuali di tempat luka. Dan dia tidak akan hinggap untuk tujuan yang benar, sedangkan akalnya selalu menimbang-nimbang urusan ini dan itu."